
5 Fakta dalam Sidang Terbaru SYL: Beli Rompi Antipeluru hingga Bawa Nama Presiden Jokowi & Wapres
- admin
- 0
Berikut ini adalah fakta yang mencuat dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pemerasan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). Dalam sidang kemarin, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL kembali menyebut Presiden Joko Widodo alias Jokowi di sidang pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam sidang kemarin terungkap Kementan pernah mengucurkan uang sebesar Rp 50 juta untuk pembelian rompi antipeluru. Pengadaan rompi untuk Syahrul Yasin Limpo (SYL) selaku Menteri Pertanian yang akan ke Papua.
Hal ini disampaikan Eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Muhammad Hatta kepada jaksa dan majelis hakim. Dalam sidang kemarin, Hatta menjadi saksi mahkota untuk dua terdakwa lainnya dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan, yakni SYL dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono. Hatta menjadi saksi mahkota karena juga merupakan salah satu terdakwa dalam kasus yang sama.
Mulanya, jaksa KPK Meyer Simanjuntak menggali adanya penerimaan uang dari Staf Biro Umum Kementan bernama Karina. Bawa 12 Tuntutan dalam Aksi Unjuk Rasa, BEM SI Nilai Kepemimpinan Jokowi 10 dari 100 Wartakotalive.com Fakta fakta Sidang Eks Gubernur Malut, Disebut Habiskan Rp3 Miliar Order Cewek di Hotel,Ini Sosoknya Serambinews.com
Joe Biden Umumkan Mundur dari Pencalonan Presiden, Ini Pesannya Untuk Wapres Kamala Harris Wartakotalive.com Fakta Kasus Dave Stanley Seleb TikTok Dikeroyok di Bandung, Sudah Masuki Proses Sidang Banjarmasinpost.co.id "Pernahkah Saksi menerima uang baik tunai maupun transferan, kemarin Karina sudah dijelaskan ada buktinya semua, ya, dari Karina?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6).
"Dari Karina seingat saya pernah sekali terkait dengan pembayaran rompi anti peluru," jawab Hatta. "Untuk siapa ini rompi antipelurunya?" tanya jaksa. "Untuk menteri," jawab Hatta. "Nilainya berapa?" cecar jaksa.
"Itu kalau enggak salah seingat saya Rp 50 juta," timpal Hatta. "Kepada siapa bayarnya? tanya jaksa. "Kepada ada dari pihak TNI atau BNPT yang menyiapkan waktu itu, Pak," ujar Hatta.
Dalam sidang kemarin, SYL kembali menyebut Presiden Joko Widodo. Bahkan, nama Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin pun disinggung. SYL membahas soal permintaan 20 persen untuk kegiatan kunjungan kerja atau kunker Menteri Pertanian.
Dalam sidang sebelum sebelumnya, para eselon satu di Direktorat Jenderal (Ditjen) bersaksi adanya permintaan 20 persen yang ditindaklanjuti dengan pungutan atau uang sharing. "(Anggaran) 20 persen diskresi. Diskresi itu isinya bencana alam, refocusing yang direncanakan oleh Bapak Presiden melalui Menteri Keuangan," katanya. Menurut SYL, diskresi itu menjadi petunjuk Presiden terutama pada mentalisasi Kementerian Pertanian dalam menjaga ketahanan pangan pada saat pandemi Covid 19.
Keterangan ini sekaligus digunakan SYL untuk merespons kesaksian Kasdi Subagyono terkait penggunaan uang sharing untuk membiayai perjalanannya ke daerah daerah di dalam maupun ke luar negeri. Sebelumnya, Kasdi mengatakan, uang yang dikumpulkan dari para eselon satu digunakan untuk membayar sewa pesawat dan menutupi sisa pembayaran lainnya pada saat SYL melakukan perjalanan dinas di dalam maupun luar negeri, termasuk ke Arab Saudi. "Kalau begitu perlu kah menggunakan kata extraordinary dari Presiden atau diskresi terhadap kegiatan menangani pangan rakyat, perlukah? Dengan katakanlah terpaksa harus cover, harus pakai uang itu?" tanya SYL kepada Kasdi.
Kasdi Subagyono menyebut SYL sempat memberi arahan kepada bawahannya saat kasus gratifikasi dan pemerasan terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Kasdi, dalam arahannya, SYL meminta agar bawahanya memberikan keterangan normatif pada saat diperiksa penyidik KPK perihal kasus gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan). Hal itu terungkap saat Kasdi diperiksa sebagai saksi mahkota untuk SYL dan eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pemerasan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).
Awalnya Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh mencecar Kasdi soal awal mula penyelidikan KPK mengenai adanya praktik 'sharing' di lingkungan Kementan. "Itu kan penyelidik KPK datang ke kantor saudara ya, menyampaikan ke saudara, apa intinya waktu itu?" tanya Hakim. "Yang saya pahami pak, waktu itu adalah banyak daripada penyelidik itu menyampaikan bahwa Ini ada praktik ini benar apa enggak?" ucap Kasdi menirukan ucapan penyelidik KPK.
"Praktik apa itu?" tanya Hakim. "Praktik sharing dari Eselon I," sahut Kasdi. Penyelidik KPK dikatakan Kasdi saat itu juga menyita sejumlah dokumen ketika mendatangi kantor Kementan tersebut.
Meski begitu mengenai kedatangan penyelidik KPK ini Kasdi mengaku dirinya tidak melaporkan keadaan tersebut kepada SYL. "Pada saat itu saya kira Pak Menteri sudah tahu juga pada saat penyelidikan," ucap Kasdi. Kemudian setelah itu Kasdi pun mengaku bahwa SYL menyampaikan arahannya usai kasus pemerasan itu mulai diselidiki KPK.
Pada saat itu SYL memerintahkannya agar memberi arahan terhadap orang orang di Kementan yang telah diperiksa KPK. "Apa yang disampaikan?" tanya Hakim. "Menjelaskan normatif saja, itu yang saya terima dari beliau dan saya sampaikan. Dan waktu itu juga tidak hanya saya tapi juga ada Pak Hatta pada saat itu ikut membrifieng," ujar Kasdi.
"Narasinya itu saja, 'Pak Sekjen sampaikan pada temen temen untuk disampaikan normatif saja tidak perlu detail'," ucap Kasdi. Kasdi Subagyono mengakui bahwa ada pengumpulan uang di jajaran Eselon I Kementan mencapai Rp 800 juta untuk kemudian diberikan kepada eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Kasdi menyebut, bahwa uang 'patungan' yang dikumpulkan itu merupakan arahan dari mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) guna mengantisipasi penyelidikan kasus pengadaan sapi di lingkungan Kementan yang sedang ditangani KPK.
Hal itu bermula ketika Hakim Rianto Adam Pontoh bertanya pada Kasdi perihal hubungan antara SYL dengan Firli yang dimana keduanya pernah bertemu di sebuah lapangan bulutangkis. Adapun Kasdi dalam hal ini bertindak sebagai saksi mahkota untuk kedua terdakwa yakni SYL dan mantan Direktur Alat dan Mesin Kementan Muhammad Hatta dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pemerasan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). Kasdi Subagyono menyebut sebagian honor pengacara Febri Diansyah, Donald Fariz dan Rasmala Aritonang berasal dari dana patungan Kementan.
Kasdi menuturkan sisa honor itu merupakan hasil patungan yang telah dikumpulkan eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dari pejabat di lingkungan Kementan. Awalnya Kasdi dikonfirmasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 92. "Dapat saya jelaskan bahwa uang yang digunakan untuk pembayaran atas penunjukan Febri Diansyah, Donal dan Rasmala sebagai kuasa hukum Kementan adalah uang pribadi saya Rp 550 juta sisanya diselesaikan oleh Muhammad Hatta yang berasal dari pengumpulan uang Kementan," ucap Jaksa membacakan BAP Kasdi dalam sidang lanjutan kasus pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).
"Ingat saksi ya?" tanya Jaksa memastikan. "Ya ingat," jawab Kasdi. "Betul seperti ini?" tanya lagi Jaksa.
"Betul," sahut Kasdi. Kemudian Jaksa pun coba menggali sejauh mana pengetahuan Kasdi perihal sumber uang yang dikatakannya berasal dari Kementan. Namun, Kasdi mengklaim tak ada penjelasan detail dari Muhammad Hatta kenapa uang itu bisa bersumber dari patungan para pejabat.
"Kalau Pak Hatta sendiri ceritanya bagaimana sehingga saksi sendiri bisa menjelaskan itu uangnya sumbernya dari Kementan?" tanya Jaksa. "Saya tidak diceritakan detail Pak Hatta," terang Kasdi.